Ini sudah siang, pukul 12.28 pm.
Bosan. Duduk di ruang kerjaku, ruang yang pernah kuceritakan padamu: ruang sempit dengan pembatas banner sisa-sisa.
Haus
rasanya. Tak ada yang bisa ku minum kecuali kopi pahit sisa semalam
yang kubeli dengan Ghinand. Ia sedang menerapkan program belajar yang
pernah aku pakai sewaktu SMA sampai menjelang kuliah. Pukul dua pagi, ia
kubangunkan dan membaca-baca sampai subuh tiba, kemudian dilanjutkan
dengan menulis selama satu jam sampai menjelang waktu kuliah. Aku senang
anak itu menurut, ia mau diarahkan untuk jadi lebih baik. Tapi, apa dia
akan jadi lebih baik dengan aku arahkan demikian? Aku tidak tau, yang
pasti dia harus jadi seseorang yang cerdas, tapi bukan kopian dari
diriku (mohon jangan anggap aku cerdas, sebab aku sering merasa bodoh).
Baru
saja aku menelfon dosenku dan membikin janji untuk bertemu malam ini di
kontrakannya. Aku akan bimbingan skripsi: rutinitas paling purba yang
dulu kutentang mati-matian, tapi sekarang aku lakukan dengan patuh.
Berkutat pada teori yang sombong dengan memetakan manusia dan menganggap
dunia hanya akan bekerja dengan metodenya yang kaku. Bagiku,
kemanusiaan lebih agung ketimbang sebuah teori yang dengan piciknya
mengkotakkan dunia.
Kau
tau? Ah, kau pasti tidak tau. Tapi tidak apa-apa, aku ceritakan saja
ya! Dan kau harus menyimak. Ini soal kuliah yang kuanggap sebagai sebuah
kesalahan yang paling fatal. Tapi, aku terlambat. Aku sudah tua di
bangku kuliah, dan aku harus menyelesaikan; mau tak mau. Kalau saja aku
bisa kembali memutar waktu untuk kembali pada saat menjadi mahasiswa
baru, dengan kesadaran seperti sekarang, mungkin aku sudah hengkang dan
memilih untuk mengembara. Sesuatu yang pernah ku bahasakan dalam sajak: di kota-kota yang dilukis telanjang, di
sanalah aku akan pergi. Tapi dimana kota-kota yang kumaksudkan dalam
sajak itu? Jogja, kah? Atau mungkin Solo? Pemberhentian dengan wangi
sihir di ketiaknya. Membuatku selalu merasa “mabuk” rindu candu. Di kota
yang menjadi tujuanku, aku akan berproses sendiri dengan Kitab Tuhan
paling sakti, kitab yang butuh jutaan tahun menerjemahkannya; master piece ciptaan Tuhan – manusia.
Aku
merasai waktu aku menjadi bebal sudah semakin dekat, sesuatu yang
membuatku gila dini. Ayoh, ada yang tertarik menjadi gila di usia muda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar